Rabu, 01 Desember 2010

Nilai-Nilai Asthabrata

 NILAI - NILAI ASTHABRATA
  • SPIRITUALITAS
  • INTEGRITAS
  • INTELEKTUALITAS
  • SOLIDARITAS
  • ENTERPRENEURSHIP
  • PROFESIONALITAS KERJA
  • DEDIKASI
  • KETEKUNAN


SPIRITUALITAS

Apa itu Spiritualitas?
Belakangan ini semakin menjamur kelompok-kelompok studi atau sejenisnya yang menyatakan kelompoknya sebagai kelompok spiritual. Bahkan kata ‘spiritual’ kini sudah semakin terdengar klise dengan terjadinya pergeseran makna dalam penggunaannya. Sebagai istilah, ia telah semakin dikacaukan dengan berbagai

bentuk kanuragan, “pengeleakan”, “pengiwe”, praktek pedukunan, praktek medium/ cenayang/ “pepeluasan”, atau fenomena okultistik lainnya, bahkan sampai-sampai mendekati ketakhyulan. Ironis memang. Kata spiritual, kini semakin kehilangan spirit-nya. Bukan hanya karena pergeseran-pergeseran pemaknaan seperti itu, akan tetapi berbagai keterbatasan lahiriah dan naluriah, kecenderungan-kecenderungan serta pengkondisi-pengkondisi lainnya, telah menyulitkan kita untuk memahami spirit, sang jiwa, sang roh, “sang dumadi”, “sanghyang urip” yang ada pada setiap makhluk berjiwa, yang justru merupakan isu utama dunia spiritual.

Walaupun pengetahuan tentang spiritualitas dapat dipelajari dari buku-buku atau didengarkan lewat ceramah-ceramah, namun kehidupan spiritual itu sendiri harus dijalani, harus dialami secara langsung sendiri; ia harus dilakoni. Ia bukanlah sesuatu yang bersifat teoritis, yang terdiri dari susunan dari berbagai konsep dan pemikiran-pemikiran ataupun produk intelek semata. Bila Anda masih memandangnya demikian hingga detik ini, sudahilah; hapuslah sangkaan itu dari benak Anda.

Selama seseorang masih membeda-bedakan (diskriminatif) semata-mata hanya berdasarkan ras, keturunan, warna kulit, suku, kebangsaan, jenis kelamin, agama, usia, pangkat, jabatan, profesi, kekayaan, status sosial dan kwalitas duniawi yang merupakan produk dari pandangan kasat, maka ia sebetulnya belum benar-benar siap untuk memasuki kehidupan spiritual manapun.

Walaupun ke-niskala-an adalah keniscayaan adanya, namun kecenderungan indriawi serta pola-pikir yang serba kasat-indria telah menghalangi kita untuk dapat melihat keniscayaannya. Al hasil, spiritualitas tetap kabur di mata kita. Ia tetap menyisakan pertanyaan yang mesti dijawab sendiri.

INTEGRITAS

 

 Definisi:
Integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain.

Indikator Perilaku:
1.      Memahami dan mengenali perilaku sesuai kode etik

    * Mengikuti kode etik profesi dan perusahaan.
    * Jujur dalam menggunakan dan mengelola sumber daya di dalam lingkup atau otoritasnya.
    * Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan itu tidak melanggar kode etik.

2.      Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (values) dan keyakinannya

    * Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan.
    * Berbicara tentang ketidaketisan meskipun hal itu akan menyakiti kolega atau teman dekat.
    * Jujur dalam berhubungan dengan pelanggan.

3.      Bertindak berdasarkan nilai (values) meskipun sulit untuk melakukan itu

    * Secara terbuka mengakui telah melakukan kesalahan.
    * Berterus terang walaupun dapat merusak hubungan baik.

4.      Bertindak berdasarkan nilai (values) walaupun ada resiko atau biaya yang cukup besar

    * Mengambil tindakan atas perilaku orang lain yang tidak etis, meskipun ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerjaan.
    * Bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa karena praktek bisnis yang tidak etis.
    * Menentang orang-orang yang mempunyai kekuasaan demi menegakkan nilai (values).

INTELEKTUALITAS

Intelektualitas dan Mahasiswa
Intelektualitas dan mahasiswa seharusnya menjadi dua kata terus beriringan, bagaikan dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Maka, mahasiswa tanpa intelektualitas adalah mahasiswa yang masih patut dipertanyakan status kemahasiswaannya. Intelektualitas yang dimaksudkan di sini tentu tidak lain adalah tingkatan kecerdasan atau kecendekiawanan tertentu yang dimiliki oleh seseorang dalam menilai dan memberikan alasan terhadap sesuatu hal secara objektif dan rasional.

Selanjutnya, mahasiswa sebagai makhluk intelektual secara langsung maupun tidak, dituntut untuk dapat menerjemahkan intelektualitas itu dengan berbagai macam aktivitasnya. Diselenggarakanlah kemudian berbagai wadah organisasi dan kepanitian dengan berbagai macam kegiatannya: seminar, talkshow, workshop, bazaar, kompetisi, lomba, dan sebagainya yang merupakan bagian kecil dari perwujudan intelektualitas mahasiswa.

Harga sebuah intelektualitas
“Di dalam kekuatan besar, terdapat tanggung jawab yang besar”

Pun demikian halnya jika dianalogikan dengan intelektualitas. Harga sebuah intelektualitas adalah sebuah pemikiran yang besar, peduli, dan bukannya egosentris. Harga sebuah intelektualitas, sekali lagi, adalah sebuah kesadaran besar untuk setidaknya berfikir atau bermimpi untuk menjadi bagian dari proses perubahan masyarakat menjadi lebih baik.

Dilihat dari sisi yang lain, terasa benar mungkin, jika ada sebuah teori tentang perubahan yang mengatakan bahwa untuk mengubah 100 orang, maka kita tinggal mengorganisir 20 orang saja. 20 orang yang -memang- memiliki perhatian terhadap perubahan 100 orang tersebut. Inilah generasi intelektual dan inilah, lagi-lagi yang menjawab pertanyaan tentang harga intelektualitas yang seharusnya kita gunakan. 

Jadi, untuk siapa?

Yang jelas, tetap saja intelektualitas itu memang sangat diperlukan untuk kita sendiri. Untuk menjadi pertahanan baja terhadap arus kompetisi global sekaligus mengawali perubahan sebuah komunitas menjadi lebih baik. Tetapi seharusnya muaranya tetap sama, karena hal tersebut hanya menjadi tujuan-tujuan antara dari tujuan sebenarnya yang ingin kita capai.

Intelektualitas ini adalah untuk agama, bangsa, dan masyarakat ini. Jika ditarik sebuah analogi, bukankah yang terbaik dia antara manusia adalah yang paling bermanfaat untuk sesama (manusia)nya. Pun demikian bagi seorang intelek. Intelektualitas terbaik adalah intelektualitas yang mampu diterjemahkan secara nyata oleh seseorang untuk menjadi bagian penting dari pengembangan proses kebermanfaatannya untuk orang lain. Jadi, intelektualitas ini ternyata masih bukan untuk kita (dan komunitas intelek kita) sendiri saja kan?

Terakhir, saya jadi ingat perkataan Imam Ali: “Barangsiapa yang mempunyai keinginan atau cita-cita –(dalam menuntut ilmu dan mencapai tingkatan intelektualitasnya –pen.)– hanya sebatas untuk perut, maka harga orang tersebut tidak lain hanyalah sebatas dari apa yang dikeluarkan dari isi perut tersebut”.


SOLIDARITAS


1. Pengertian Solidaritas.
Secara etimologi arti solidaritas adalah kesetiakawanan atau kekompakkan. Dalam bahasa Arab berarti tadhamun (ketetapan dalam hubungan) atau takaful (saling menyempurnakan/melindungi). Pendapat lain mengemukakan bahwa Solidaritas adalah kombinasi atau persetujuan dari seluruh elemen atau individu sebagai sebuah kelompok. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa solidaritas diambil dari kata Solider yang berarti mempunyai atau memperliatkan perasaan bersatu.
Dengan demikian, bila dikaitkan dengan kelompok sosial dapat disimpulkan bahwa Solidaritas adalah: rasa kebersamaan dalam suatu kelompok tertentu yang menyangkut tentang kesetiakawanan dalam mencapai tujuan dan keinginan yang sama.
Wacana solidaritas bersifat kemanusiaan dan mengandung nilai adiluhung (mulia/tinggi), tidaklah aneh kalau solidaritas ini merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Memang mudah mengucapkan kata solidaritas tetapi kenyataannya dalam kehidupan manusia sangat jauh sekali. Dalam ajaran islam solidaritas sangat ditekankan karena Solidaritas salah satu bagian dari nilai Islam yang mengandung nilai kemanusiaan (humanistic).
Solidaritas dalam Kelompok Sosial dikemukakan oleh tokoh yang bernama Durkheim

2. Pembagian Solidaritas.
Dalam Kelompok sosial dapat diklasifikasikan dengan pandangan-pandangan tertentu, salah satunya kelompok sosial diklasifikasikan menurut rasa solidaritas antar anggotanya. Sehingga secara umum solidaritas dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Solidaritas Mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok. (Masyarakat Pedesaan). 
b. Solidaritas Organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antar anggota. (Masyarakat Perkotaan).

3. Ciri-ciri Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik.
Adapun ciri-ciri dari solidaritas mekanik dan organik adalah sebagai berikut:

a. Solidaritas Mekanik:
Merujuk kepada ikatan sosial yang dibangun atas kesamaan, kepercayaan dan adat bersama.
Disebut mekanik, karena orang yang hidup dalam unit keluarga suku atau kota relatif dapat berdiri sendiri dan juga memenuhi semua kebutuhan hidup tanpa tergantung pada kelompok lain.

b. Solidaritas Organik:
Menguraikan tatanan sosial berdasarkan perbedaan individual diantara rakyat.
Merupakan ciri dari masyarakat modern, khususnya kota .
Bersandar pada pembagian kerja (division of labor) yang rumit dan didalamnya orang terspesialisasi dalam pekerjaan yang berbeda-beda.
Seperti dalam organ tubuh, orang lebih banyak saling bergantung untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam Division of labor yang rumit ini, Durkheim melihat adanya kebebasan yang lebih besar untuk semua masyarakat: kemampuan untuk melakukan lebih banyak pilihan dalam kehidupan mereka
Meskipun Durkheim mengakui bahwa kota-kota dapat menciptakan impersonality (sifat tidak mengenal orang lain), alienasi, disagreement dan konflik, ia mengatakan bahwa solidaritas organik lebih baik dari pada solidaritas mekanik
Beban yang kami berikan dalam masyarakat modern lebih ringan daripada masyarakat pedesaan dan memberikan lebih banyak ruang kepada kita untuk bergerak bebas.

4.Perbedaan Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik

a. Solidaritas Mekanik
Relatif berdiri sendiri (tidak bergantung pada orang lain) dalam keefisienan kerja
Terjadi di Masyarakat Sederhana
Ciri dari Masyarakat Tradisional (Pedesaan)
Kerja tidak terorganisir
Beban lebih berat
Tidak bergantung dengan orang lain

b. Solidaritas Organik
Saling Keterkaitan dan mempengaruhi dalam keefisienan kerja
Dilangsungkan oleh Masyarakat yang kompleks
Ciri dari Masyarakat Modern (Perkotaan)
Kerja terorganisir dengan baik
Beban ringan
Banyak saling bergantungan dengan yang lain

ENTERPRENEURSHIP

Setiap hari dalam kegiatan bisnis kita melakukan usaha/ melakukan kegiatan entrepreneurship untuk mendapatkan keuntungan tentunya. Tapi sebelumnya tentu kita ingin tahu apa sih artinya entrepreneurship kan ?!

Apa sih definisi Entrepreneurship ?

Kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu nilai yang berbeda dengan mencurahkan waktu dan upaya yang diperlukan, memikul risiko-risiko finansial, psikis dan sosial yang menyertai, serta menerima penghargaan /imbalan moneter dan kepuasan pribadi.
Menurut Para Ahli :

Peter F Drucker
Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) .


Thomas W Zimmerer
Kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi orang setiap hari.

Andrew J Dubrin
Seseorang yang mendirikan dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif (Entrepreneurship is a person who founds and operates an innovative business).
Robbin & Coulter
Entrepreneurship is the process whereby an individual or a group of individuals uses organized efforts and means to pursue opportunities to create value and grow by fulfilling wants and need through innovation and uniqueness, no matter what resources are currently controlled.

Dari definisi tentang Entrepreneurship diatas terdapat 3 tema penting yang dapat di identifikasi:

1. the pursue  of opportunities ,

2. innovation,

3. growth.

Penjelasannya :

1. pursuit  of opportunities , (entrepreneurship adalah berkenaan dengan mengejar kecenderungan dan perubahan-perubahan lingkungan yang orang lain tidak melihat dan memperhatikannya).

2. innovation, (entrepreneurship mencakup perubahan perombakan, pergantian bentuk, dan memperkenalkan pendekatan-pendekatan baru…. Yaitu produk baru atau cara baru dalam melakukan bisnis).

3. growth (Pasca entrepreneur mengejar pertumbuhan, mereka tidak puas dengan tetap kecil atau tetap dengan ukuran yang sama. Entrepreneur menginginkan bisnisnya tumbuh dan bekerja keras untuk meraih pertumbuhan  sambil secara berkelanjutan mencari kecenderungan dan terus melakukan innovasi produk dan pendekatan baru .

Istilah kewirausahaan pada dasarnya merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya, maka definisi:

“Entrepreneurship is the result of a disiplined, systimatic process of applying creativity and innovations to satisfy need and opportunities of the marketplace“.

PROFESIONALITAS KERJA

Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
Di samping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.

Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.

Berkaitan dengan profesionalisme ini ada dua pokok yang menarik perhatian dari keterangan ENCYCLOPEDIA-NYA PROF, TALCOTT PARSONS mengenai profesi dan profesionalisme itu.

PERTAMA ialah bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat di golong kan sebagai kelompok “kapitalis” atau kelompok “kaum buruh”. Juga tidak dapat dimasukkan sebagai kelompok “administrator” atau “birokrat”.

KEDUA ialah : bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok tersendiri, yang bertugas memutarkan roda perusahaan, dengan suatu leadership status. Jelasnya mereka merupakan lapisan kepemimpinan dalam memutarkan roda perusahaan itu. Kepemimpinan di segala tingkat, mulai dari atasan, melalui yang menengah sampai ke bawah.
Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat di tahan-tahan dalam perkembangan dunia perusahaan modern dewasa ini. PARSONS tidak tahu arah lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya, bahwa keseluruhan kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil kedepan sebagai sesuatu yang terkemuka, melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.

Dalam perkembangannya perlu diingat, bahwa profesionalisme mengandung dua unsur, yaitu unsur keahlian dan unsur panggilan, unsur kecakapan teknik dan kematangan etik, unsur akal dan unsur moral. Dan kedua duanya itulah merupakan kebulatan unsur kepemimpinan. Dengan demikian, jika berbicara tentang profesionalisme tidak dapat kita lepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti yang luas.

Menurut SOEGITO REKSODIHARJO (1989), arti yang diberikan kepada kata “profesi” adalah suatu bidang kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meski pun lazimnya profesi dikaitkan dengan tarap lulusan akademi / universitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh seorang sarjana. Didalam masyarakat Indonesiapun kita telah mengenal berbagai profesi non-akademik, seperti misalnya, profesi bidan, pemain sepak bola, atau petinju “profesional”, dan bahkan “profesi tertua di dunia”.
Walaupun obyek yang ditangani dapat berupa orang atau benda fisik, yang menjadi penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik buruk penanganan fungsinya. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan
ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada TARAF KEMAHIRAN ORANG YANG MENJALANKAN. Taraf kemahiran demikian hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat kesempurnaan yang dipersyaratkan untuk itu tercapai. Dalam proses ini tidak tepat jalan pintas.

Bagi seseorang yang berbakat dan terampil, proses itu mungkin dapat terlaksana secara lebih baik atau lebih cepat dari pada orang lain yang kurang atau tidak memiliki kemampuan itu. Bagi golongan terakhir ini, apabila mereka tidak bersedia untuk bersusah payah melebihi ukuran biasa untuk menguasai sesuatu kejujuran, pilihan terbaik ialah untuk mencari profesi lain yang lebih sesuai dengan bakat mereka.

Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan semata-mata atas dasar diploma atau gelarnya, tetapi atas dasar kesanggupannya untuk mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada padanya. Dalam praktik, kita jumpai bahwa tidak semua orang mampu mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya seorang non-sarjana yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif masih terbatas itu.

Diploma dan gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur di satu pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu. Diploma hanya memberi harapan tentang adanya kemampuam itu, tetapi kemampuan nyata harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma tadi dalam pekerjaannya.

Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengamalan merupakan guru yang terbaik. Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses belajarnya dari praktik bekerja, akan mengalami kemunduran dalam dunia yang dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.

DEDIKASI







Dedikasi adalah kewajiban yang mengharuskan untuk tidak menguntungkan diri pribadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk materi atau lainnya, berkat fungsi yang dilaksanakannya yang berkaitan dengan kepentingan dan tekanan dari pihak ketiga, dalam bentuk apapun juga, dengan maksud selalu menghormati dan menjunjung tinggi kebersamaan hak dan kedudukan setiap warga negara.

Dedikasi adalah kunci menuju kesuksesan, dedikasi melibatkan kesabaran(patience), keuletan(persistence), dan kerja keras(hard-work). Sejarah mencatat, orang-orang yang berdedikasi pada suatu hal merupakan orang-orang yang berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah.

Bola lampu tidak akan ada hingga saat ini jika Thomas Alva Edison menyerah di tengah jalan ketika bereksperimen, Microsoft saat ini tidak akan kalang kabut menghadapi invasi Linux jika Linus Torvalds masih merasa nyaman menggunakan Unix dan tidak mempunyai inisiatif membuat OS sendiri, dan Anda tidak akan bisa membaca tulisan ini jika tidak berdedikasi untuk belajar membaca ketika kecil dulu.

Tidak ada yang tidak bisa diraih di dunia ini, namun sebanyak apa pencapaian kita akan suatu hal tergantung pada seberapa besar usaha kita untuk meraihnya. Untuk mendapatkan sesuatu kita harus berani mengorbankan sesuatu pula.

Bagi saya, sangat susah untuk berdedikasi pada suatu hal..ada saja rasa penasaran dan ingin tahu untuk mengetahui semuanya, untuk berkonsentrasi pada suatu hal dan menghadapi rasa bosan akan suatu hal sudah merupakan hal yang sampai saat ini tidak bisa saya lakukan.

Hidup ini memang penuh dengan pilihan, Anda tinggal memilih “luas tapi dangkal atau sempit tapi dalam”. Namun tetap saja ada anomali di dunia ini, dimana bisa saja ditemukan orang-orang dengan kemampuan yang banyak dan mendalami semua kemampuannya itu.

KETEKUNAN


Pernahkah kita mudah menyerah menghadapi suatu tantangan tertentu? Pernahkah  tiap melakukan sesuatu selalu dibayangi kegagalan? Pesimistis? Bahkan berhenti di pinggir jalan? Lalu terjadi kegagalan total? Dan kita tidak menganggap kegagalan sebenarnya merupakan keberhasilan yang ditunda? Kalau benar  maka itu pertanda kita tidak tekun mengerjakan tugas dan kewajiban tertentu.

Ketekunan adalah upaya bersinambung untuk mencapai tujuan tertentu tanpa mudah menyerah hingga meraih keberhasilan. Dengan kata lain,Denis Watley dalam Malhi, menyebutkan, “ketekunan tetap berlangsung walau adanya rintangan yang menghadang anda,dan anda mengetahui apa yang anda lakukan adalah benar”. Ketekunan sering juga digambarkan sebagai keberhasilan seseorang melakukan sesuatu melalui percobaan dan kesalahan yang dialaminya. Semacam bentuk keuletan bekerja.

Tak ada sesuatu pun yang bernilai  dapat diraih tanpa adanya dorongan untuk memulainya. Untuk itu ketekunan menjadi syarat utamanya. Tidak jarang mereka yang memiliki kecerdasan intelektual dan bakat tinggi telah gagal mencapai kinerja tinggi karena kurangnya keuletan. Sebaliknya  mereka yang menjadi pemenang umumnya orang biasa namun dengan ketekunan luar biasa. Mereka berkeinginan kuat untuk mengerjakan apapun asalkan mampu mencapai tujuannya. Disinilah pentingnya kedudukan ketekunan. Menurut Calvin Coolige dalam Malhi, “tak ada sifat di dunia ini yang bisa menyamakan kedudukan ketekunan. Bukan bakat, bukan genius, dan bukan pendidikan. Masih ingat kisah sukses dari Thomas Alva Edison? Walau pendidikan formalnya begitu singkat karena orang tuanya miskin namun berkat ketekunannya dia menjadi inovator terbesar sepanjang sejarah. Tercatat 1,903 paten yang dihasilkannya termasuk lampu dan gramopon.Namun hemat saya, ketiga potensi tersebut bukan berarti diabaikan begitu saja. Semakin tinggi potensi tersebut ditambah dengan ketekunan luar biasa maka hasilnya pun akan luar biasa.

Untuk memelihara ketekunan  maka beberapa hal yang dapat dilakukan adalah praktekan ucapan positif anda sendiri sesering mungkin misalnya “kalau orang lain bisa, saya pun harus bisa”, kemudian bertindaklah secara nyata dengan segera, selalu mengingatkan diri tentang apa yang ingin dituju dari hidup anda, laksanakan rencana kegiatan sehari-hari, tanpa menunda dan mulailah dari prioritas utama,  berhubunganlah secara aktif dengan para teman anda yang mendukung kegiatan anda, tidak mudah menyerah hingga anda meraih tujuan, pandanglah kegagalan itu merupakan pengalaman yang berharga, siap-siaplah mengalami situasi yang tidak anda harapkan, dan jangan lupa membaca beragam referensi yang berkait dengan kisah  orang-orang sukses karena ketekunan kerjanya yang tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar